Mayoritas mata uang kawasan Asia mengalami penguatan pada perdagangan Kamis, bersamaan dengan melemahnya dolar Amerika Serikat yang mencapai titik terendah dalam kurun waktu lebih dari tiga tahun. Penurunan ini dipicu oleh konsistensi Presiden Donald Trump dalam mendesak penurunan suku bunga serta kritik tajamnya terhadap Gubernur Federal Reserve Jerome Powell.
Tekanan tambahan terhadap dolar muncul dari laporan Wall Street Journal yang menyebutkan bahwa Trump tengah mempertimbangkan untuk mengangkat pengganti Powell lebih cepat dari jadwal normal. Spekulasi mengenai kemungkinan The Fed memangkas suku bunga pada Juli mendatang turut memperlemah posisi mata uang Amerika.
Optimisme terhadap risiko regional meningkat seiring dengan berlangsungnya gencatan senjata antara Israel dan Iran yang difasilitasi oleh Amerika Serikat. Trump juga memberikan sinyal positif mengenai kemungkinan dialog nuklir dengan negara Timur Tengah tersebut minggu depan.
Indeks Dolar Mencapai Level Terendah Sejak 2022
Indeks dolar dan futures dolar mengalami penurunan berkisar 0,2% hingga 0,3% dalam sesi perdagangan Asia, mencapai posisi terendah sejak Maret 2022. Mata uang hijau ini mengalami koreksi signifikan sepanjang pekan ini, terutama karena berkurangnya permintaan safe haven akibat gencatan senjata Israel-Iran yang tampak stabil hingga Kamis pagi.
Kerugian dolar semakin dalam menyusul laporan WSJ tentang rencana Trump mengganti Powell lebih awal dalam upaya melemahkan posisi Ketua Fed dan mengubah ekspektasi pasar untuk pemotongan suku bunga lebih agresif.
Laporan tersebut muncul beberapa jam setelah Trump kembali mengkritik Powell dan menuntut penurunan suku bunga. Awal pekan ini, Trump menyatakan bahwa suku bunga AS seharusnya lebih rendah dua hingga tiga poin, dengan alasan tingkat bunga tinggi akan merusak perekonomian.
Sebaliknya, Powell mempertahankan sikap berhati-hati terhadap penurunan suku bunga dan memperingatkan bahwa tarif Trump berpotensi memicu inflasi yang dapat menghambat tindakan bank sentral. Powell juga menegaskan komitmennya untuk menyelesaikan masa jabatan hingga Mei 2026.
Yuan China Terdorong Wacana Stimulus Baru
Mata uang Asia memanfaatkan pelemahan dolar, sementara meningkatnya risk appetite mendorong aliran dana ke kawasan regional. Pasangan USDCNY yuan China turun 0,3%, dengan yuan mencapai level terkuat dalam tujuh bulan terakhir terhadap dolar.
Penguatan yuan didorong oleh pernyataan pejabat China yang mengindikasikan langkah stimulus tambahan. Media lokal melaporkan bahwa Komisi Pembangunan dan Reformasi Nasional China akan meluncurkan berbagai insentif dan program tukar tambang konsumen pada Juli, yang diperkirakan akan mendukung belanja masyarakat.
Dolar Taiwan menunjukkan performa impresif pada Kamis dengan pasangan USDTWD turun 1%. Mata uang Asia lainnya juga menguat, dengan pasangan USDJPY yen Jepang turun 0,3%. Perhatian kini tertuju pada data inflasi Tokyo yang akan dirilis Jumat mendatang.
Hasil data inflasi tersebut kemungkinan akan mempengaruhi rencana Bank of Japan untuk menaikkan suku bunga, mengingat tekanan harga yang meningkat belakangan ini memicu spekulasi kenaikan suku bunga segera. Pejabat BOJ juga menunjukkan nada hawkish sepanjang pekan ini.
Sementara itu, pasangan USDKRW won Korea Selatan melemah 0,3%, dan pasangan AUDUSD dolar Australia menguat 0,4%.
Comment