BBM murni Pertamina disebut mengandung etanol hingga 3,5%. ESDM menjelaskan regulasi yang berlaku, sementara Pertamina menegaskan kandungan tersebut masih dalam batas aman sesuai ketentuan pemerintah.
Dalam beberapa hari terakhir, publik dikejutkan oleh kabar bahwa bahan bakar minyak (BBM) murni Pertamina atau base fuel disebut mengandung etanol. Kabar ini langsung memicu perdebatan, terutama setelah sejumlah badan usaha swasta memutuskan membatalkan rencana pembelian BBM dari perusahaan pelat merah tersebut.
Salah satu perusahaan yang batal membeli adalah PT Vivo Energy Indonesia, yang sebelumnya berencana mengambil pasokan sebesar 40.000 barel. Selain itu, SPBU BP-AKR juga dikabarkan menunda penambahan pasokan BBM dari Pertamina.
Alasan pembatalan tersebut berpusat pada isu kandungan etanol yang dinilai tidak sesuai dengan spesifikasi BBM yang digunakan oleh SPBU swasta. Hal ini kemudian menimbulkan pertanyaan publik, apakah benar BBM Pertamina melanggar standar atau justru masih dalam batas aman?
ESDM Tegaskan Parameter Utama BBM adalah RON, Bukan Etanol
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM, Laode Sulaeman, memberikan klarifikasi terkait isu ini. Menurutnya, dalam spesifikasi BBM yang berlaku di Indonesia, parameter utama yang menjadi acuan adalah Research Octane Number (RON), bukan kadar etanol.
“Kalau di dalam spesifikasi BBM yang kita atur kan RON-nya, jadi tidak ada di dalam spesifikasi tersebut mengandung etanol,” jelas Laode pada Jumat (3/10/2025).
Meski menyadari ada badan usaha swasta yang menolak BBM dengan campuran etanol, Laode menegaskan bahwa kandungan etanol dalam BBM Pertamina masih berada dalam batas toleransi yang diperbolehkan oleh regulasi.
Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa etanol merupakan salah satu jenis biofuel yang di banyak negara sudah diimplementasikan secara luas. “Kalau di negara-negara lain, etanol ini sudah ada implementasinya. Kalau kita di Indonesia baru biodiesel, bioetanol belum berjalan maksimal,” tambahnya.
Penjelasan Pertamina: Kandungan Etanol Masih Aman
Sebelumnya, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi XII DPR RI, Wakil Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Achmad Muchtasyar, juga mengungkap fakta serupa. Menurutnya, memang benar terdapat kandungan etanol dalam base fuel Pertamina, namun jumlahnya masih sesuai ketentuan pemerintah.
“Kontennya itu ada kandungan etanol. Nah, di mana secara regulasi itu diperkenankan. Etanol itu sampai jumlah tertentu. Kalau tidak salah sampai 20% etanol. Nah, sedangkan ada etanol 3,5%,” ungkap Achmad.
Ia menekankan bahwa kandungan etanol sebesar 3,5% masih berada jauh di bawah ambang batas yang diizinkan. Karena itu, secara regulasi dan keamanan, BBM Pertamina tetap sesuai standar.
Mengapa SPBU Swasta Menolak?
Walaupun secara regulasi aman, beberapa SPBU swasta menolak BBM Pertamina karena alasan perbedaan spesifikasi internal. Menurut Achmad, masalah ini bukan soal kualitas BBM, melainkan konten dan kesesuaian spesifikasi antar merek.
“Nah, tetapi teman-teman SPBU swasta berkenan jika nanti pada kargo selanjutnya siap bernegosiasi kalau memang nanti kualitasnya. Ini bukan masalah kualitas, masalah konten. Kontennya ini aman bagi karakteristik spesifikasi produk yang masing-masing. Karena ini beda-beda merek, beda spesifikasi,” jelasnya.
Artinya, perbedaan standar yang digunakan antar SPBU menyebabkan terjadinya ketidaksesuaian meskipun secara hukum kandungan etanol Pertamina masih dalam batas aman.
Etanol sebagai Biofuel: Tren Energi Global
Isu kandungan etanol dalam BBM Pertamina juga tak lepas dari tren energi global. Etanol merupakan biofuel yang ramah lingkungan dan banyak digunakan di berbagai negara sebagai campuran BBM untuk menekan emisi karbon.
Di Amerika Serikat, misalnya, campuran etanol dengan bensin dikenal dengan istilah E10 hingga E85, tergantung persentase etanol yang digunakan. Negara-negara di Eropa dan Asia pun telah lama memanfaatkan bioetanol untuk mendukung transisi energi bersih.
Indonesia sendiri baru memulai dengan program biodiesel B35, sementara penerapan bioetanol belum masif dilakukan. Polemik ini justru membuka ruang diskusi tentang pentingnya mempercepat adopsi biofuel berbasis etanol sebagai bagian dari transisi energi nasional.
Potensi dan Tantangan ke Depan
Meski saat ini kandungan etanol dalam BBM Pertamina masih diperdebatkan, ke depan, langkah ini bisa menjadi jembatan untuk memperkuat ekosistem energi hijau di Indonesia. Tantangan yang muncul antara lain:
-
Harmonisasi regulasi antara pemerintah, Pertamina, dan SPBU swasta agar tidak terjadi perbedaan spesifikasi.
-
Edukasi publik mengenai bioetanol dan manfaatnya bagi lingkungan agar isu seperti ini tidak menimbulkan kebingungan.
-
Kapasitas produksi bioetanol dalam negeri, yang perlu ditingkatkan agar program energi hijau tidak bergantung pada impor.
Jika tantangan ini dapat diatasi, maka Indonesia berpotensi tidak hanya mengurangi ketergantungan pada energi fosil, tetapi juga memperkuat peran sebagai negara yang serius dalam transisi energi ramah lingkungan.
Kontroversi BBM Pertamina yang mengandung etanol menyoroti pentingnya keselarasan standar antara pemerintah, Pertamina, dan pelaku industri swasta. Penjelasan dari ESDM dan Pertamina menegaskan bahwa kandungan etanol 3,5% dalam BBM murni masih dalam batas aman sesuai regulasi.
Namun, penolakan SPBU swasta menunjukkan perlunya penyesuaian spesifikasi teknis agar semua pihak dapat bekerja sama tanpa hambatan. Di sisi lain, isu ini sekaligus membuka diskursus baru tentang pemanfaatan bioetanol sebagai bagian dari strategi energi terbarukan nasional.
Ke depan, kandungan etanol dalam BBM justru bisa menjadi peluang bagi Indonesia untuk mempercepat transisi energi, menekan emisi karbon, dan mendukung tren global menuju penggunaan energi bersih. Dengan regulasi yang lebih harmonis, Indonesia bisa menjadikan polemik ini sebagai pijakan menuju masa depan energi yang lebih berkelanjutan.