Harga tembaga menanjak ke level tertinggi sejak Mei 2024 akibat gangguan pasokan tambang Freeport dan spekulasi penurunan suku bunga The Fed. Simak analisis lengkap dampaknya bagi pasar global.
Harga komoditas tembaga kembali mencatat kenaikan signifikan untuk hari kedua berturut-turut. Pergerakan ini mendorong logam industri tersebut menuju level tertinggi sejak Mei 2024. Investor kini menaruh perhatian pada dua faktor utama, yakni gangguan pasokan akibat insiden di tambang Freeport-McMoRan di Indonesia serta spekulasi penurunan suku bunga oleh Federal Reserve (The Fed).
Berdasarkan data London Metal Exchange (LME), harga tembaga naik 0,5% ke level US$10.431 per ton pada pukul 14:41 waktu Singapura, Kamis (2/10/2025). Kenaikan ini mengikuti reli sehari sebelumnya ketika harga ditutup naik 1,1%. Tak hanya tembaga, logam lain seperti aluminium dan seng juga mengalami kenaikan, sementara harga nikel cenderung stabil.
Di sisi lain, harga bijih besi di Bursa Singapura justru terkoreksi 0,4% menjadi US$103,30 per ton, mencerminkan dinamika berbeda antar komoditas di pasar global.
Gangguan Pasokan dari Tambang Freeport Grasberg Jadi Pemicu
Salah satu faktor utama yang memicu lonjakan harga tembaga adalah gangguan pasokan di tambang Grasberg, Papua Tengah, yang dikelola oleh Freeport-McMoRan Inc.. Perusahaan tersebut bahkan telah menyatakan kondisi force majeure setelah insiden longsor besar di area tambang bawah tanah Grasberg Block Cave (GBC).
Tragedi tersebut menimbulkan korban jiwa. Dari tujuh pekerja yang terjebak, dua ditemukan meninggal dunia, sementara lima lainnya masih belum berhasil dievakuasi. Hingga kini, PT Freeport Indonesia (PTFI) terus berupaya melakukan penyelamatan dengan menghentikan seluruh operasi produksi tambang.
Presiden Direktur PTFI, Tony Wenas, menegaskan bahwa keselamatan pekerja menjadi prioritas utama. “Dua sudah ditemukan pada 20 September lalu dalam keadaan meninggal dunia, dan lima orang lainnya masih belum dapat kami capai,” jelas Tony di sela Indonesia Green Mineral Investment Forum 2025.
Menurutnya, lokasi kelima pekerja sudah dapat diperkirakan berdasarkan hasil pemantauan sebelum insiden, namun volume material longsoran mencapai 700.000 ton material basah sehingga menimbulkan tantangan besar bagi tim penyelamat.
Situasi ini tidak hanya menimbulkan duka mendalam bagi keluarga korban, tetapi juga memberi dampak signifikan pada pasar global, mengingat Grasberg merupakan salah satu tambang tembaga terbesar di dunia.
Suku Bunga The Fed dan Dampaknya bagi Harga Komoditas
Selain gangguan pasokan, faktor lain yang memperkuat harga tembaga adalah ekspektasi penurunan suku bunga oleh The Fed. Data ketenagakerjaan di Amerika Serikat yang dirilis oleh ADP menunjukkan penurunan tak terduga jumlah tenaga kerja pada September 2025.
Kondisi ini semakin krusial karena potensi terhambatnya publikasi data ketenagakerjaan resmi pemerintah AS akibat kemungkinan government shutdown. Situasi tersebut membuat investor semakin yakin bahwa The Fed akan melunak dalam kebijakan moneternya.
Suku bunga yang lebih rendah cenderung mendorong permintaan komoditas. Pasalnya, biaya pinjaman menjadi lebih murah sehingga aktivitas ekonomi meningkat. Selain itu, suku bunga rendah biasanya melemahkan dolar AS, yang pada gilirannya membuat harga komoditas menjadi lebih terjangkau bagi pembeli dengan mata uang lain.
Dengan kombinasi sentimen ini, tembaga mendapatkan dukungan ganda: terbatasnya pasokan global dan prospek peningkatan permintaan akibat kebijakan moneter longgar.
Aluminium, Seng, dan Nikel Ikut Terpantau
Meski sorotan utama tertuju pada tembaga, logam industri lain juga menunjukkan tren positif. Aluminium dan seng sama-sama mencatat kenaikan harga, menandakan adanya sentimen bullish lebih luas di pasar logam. Sementara itu, harga nikel relatif stabil meski volatilitas di pasar masih cukup tinggi.
Kondisi ini menunjukkan bahwa investor global semakin berhati-hati, namun tetap mencari peluang di tengah ketidakpastian pasokan dan kebijakan moneter.
Freeport Fokus pada Evakuasi, Hentikan Produksi Tambang
Tragedi longsor di Grasberg membuat Freeport mengambil langkah cepat dengan menghentikan sementara seluruh kegiatan produksi. Keputusan ini diambil agar sumber daya perusahaan dapat sepenuhnya dialihkan untuk misi penyelamatan pekerja yang masih terjebak.
Tony Wenas menegaskan bahwa pihaknya terus berkoordinasi dengan pemerintah dan tim penyelamat. “Keselamatan karyawan tetap menjadi perhatian utama kami. Kami mohon doa dan dukungan masyarakat agar proses evakuasi berjalan lancar,” ujarnya.
Pernyataan ini sekaligus menegaskan bahwa Freeport menempatkan aspek kemanusiaan di atas target produksi. Namun dari sisi pasar, langkah penghentian produksi ini berarti pasokan tembaga global semakin terbatas, yang berpotensi menjaga harga tetap tinggi dalam beberapa waktu ke depan.
Prospek Harga Tembaga ke Depan
Dengan adanya kombinasi faktor gangguan pasokan dan ekspektasi suku bunga rendah, banyak analis memprediksi bahwa harga tembaga bisa terus melanjutkan tren naik dalam jangka pendek.
Tantangan utama tetap terletak pada pemulihan operasional tambang Grasberg, yang membutuhkan waktu cukup lama mengingat skala longsor yang masif. Selain itu, ketidakpastian ekonomi global serta arah kebijakan The Fed juga akan menjadi penentu utama.
Bagi pelaku industri, harga tembaga yang tinggi berarti biaya produksi sektor manufaktur dan elektronik bisa meningkat. Namun, di sisi lain, tren ini juga memberi sinyal positif bagi negara-negara produsen tembaga karena potensi peningkatan pendapatan ekspor.
Kenaikan harga tembaga saat ini tidak lepas dari dua faktor kunci: gangguan pasokan akibat insiden di tambang Freeport Grasberg dan spekulasi penurunan suku bunga The Fed. Kedua faktor ini mendorong harga logam industri tersebut menuju level tertinggi sejak pertengahan 2024.
Di tengah tragedi yang masih menimpa pekerja tambang Freeport, perusahaan memilih menghentikan produksi untuk fokus pada evakuasi. Keputusan ini secara tidak langsung menekan pasokan global, memperkuat tren kenaikan harga.
Dengan prospek penurunan suku bunga di AS, investor semakin optimis bahwa permintaan komoditas akan meningkat. Kombinasi keterbatasan pasokan dan meningkatnya permintaan berpotensi membuat harga tembaga tetap berada di jalur bullish.
Ke depan, keseimbangan antara faktor pasokan, kebijakan moneter global, dan pemulihan produksi di tambang Grasberg akan menjadi penentu utama arah harga tembaga. Situasi ini bukan hanya menjadi perhatian bagi investor komoditas, tetapi juga bagi sektor industri yang bergantung pada stabilitas harga logam industri.