Anggaran pertahanan Indonesia naik drastis dari Rp245 triliun menjadi Rp335 triliun di era Presiden Prabowo. Dana difokuskan untuk modernisasi alutsista, penguatan TNI, dan membangun efek gentar di Indo-Pasifik.
Indonesia kembali mencatat sejarah baru dalam belanja pertahanannya. Di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, alokasi dana untuk sektor militer melonjak signifikan. Berdasarkan Laporan Pelaksanaan APBN Semester I-2025, anggaran pertahanan tahun 2025 naik tajam dari Rp166,1 triliun menjadi Rp245,2 triliun, dengan realisasi hingga pertengahan tahun mencapai Rp102,2 triliun atau sekitar 61,6% dari total pagu.
Kenaikan ini menjadikan belanja pertahanan sebagai salah satu yang terbesar dalam sejarah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia. Tren tersebut tidak berhenti di situ, karena dalam RAPBN 2026, pemerintah kembali mengalokasikan lonjakan anggaran pertahanan hingga Rp335,2 triliun, atau meningkat sekitar 36% dibanding outlook 2025 senilai Rp247,5 triliun.
Fokus Pertahanan Total di Era Prabowo
Pemerintah menegaskan bahwa lonjakan anggaran ini bukan sekadar formalitas, melainkan bagian dari strategi “pertahanan total” yang menjadi fokus utama Presiden Prabowo. Konsep ini mencakup penguatan kemampuan militer, pembangunan infrastruktur pertahanan, hingga menciptakan efek gentar strategis di kawasan Indo-Pasifik.
Kementerian Keuangan mencatat bahwa dana tambahan tahun 2025 dialokasikan terutama untuk pengadaan dan pemeliharaan alutsista, pembangunan rumah dinas prajurit, serta peningkatan sarana dan prasarana pertahanan. Langkah ini dinilai penting untuk menutup kesenjangan kemampuan pertahanan Indonesia dengan negara tetangga yang lebih dahulu melakukan modernisasi.
Modernisasi Alutsista: Dari Rafale hingga Kapal Perang Raksasa
Sebagian besar tambahan dana tahun 2026 diarahkan untuk mendukung modernisasi alutsista. Kementerian Pertahanan menargetkan sejumlah proyek besar yang akan rampung pada akhir 2025 hingga sepanjang 2026.
Beberapa di antaranya adalah:
- 42 unit jet tempur Dassault Rafale asal Prancis, dengan kontrak senilai US$8,1 miliar. Kehadiran pesawat ini akan memperkuat dominasi udara TNI AU.
- 2 unit Airbus A-400M, pesawat angkut berat multifungsi yang juga bisa digunakan sebagai tanker udara.
- 12 unit drone tempur Anka buatan Turkish Aerospace Industries (TAI), sebagian dirakit di PT Dirgantara Indonesia, sebagai langkah transfer teknologi strategis.
- 6 unit jet latih tempur T-50i Golden Eagle dari Korea Selatan untuk memperkuat kemampuan pelatihan pilot tempur TNI AU.
- KRI Prabu Siliwangi (321), kapal patroli lepas pantai kelas Thaon di Revel buatan Fincantieri, Italia. Dengan bobot lebih dari 6.000 ton, kapal ini menjadi salah satu yang terbesar dalam sejarah TNI AL.
Langkah modernisasi besar-besaran ini menandai era baru transformasi militer Indonesia yang diharapkan bisa meningkatkan kepercayaan diri prajurit, memperkuat daya gentar, sekaligus menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menjaga kedaulatan.
Menutup Kesenjangan Pertahanan Regional
Pemerintah menilai bahwa modernisasi tersebut bukan sekadar ambisi belanja, melainkan kebutuhan strategis. Indonesia masih tertinggal dalam hal teknologi militer dibandingkan beberapa negara tetangga di Asia Tenggara. Misalnya, Singapura dan Malaysia telah lebih dahulu mengoperasikan pesawat tempur generasi baru serta armada laut berteknologi tinggi.
Dengan tambahan alutsista, khususnya di sektor udara dan laut, TNI diharapkan bisa lebih seimbang dalam menjaga keamanan kawasan dan menghadapi potensi ancaman, baik dari konflik regional, pelanggaran wilayah, hingga dinamika geopolitik Indo-Pasifik yang kian kompleks.
Pertahanan Sebagai Prioritas Belanja Negara 2026
Modernisasi pertahanan juga sejalan dengan delapan prioritas kebijakan belanja negara tahun 2026. Salah satu prioritas utama adalah penguatan sistem pertahanan dan keamanan, yang menjadi pondasi penting dalam menjaga stabilitas pembangunan nasional.
Selain untuk memperkuat TNI, alokasi besar ini juga diarahkan pada pembangunan fasilitas penunjang, termasuk perumahan prajurit, infrastruktur pelatihan, serta dukungan logistik yang memadai. Pemerintah berharap langkah ini bisa meningkatkan kesejahteraan personel militer sekaligus menjaga profesionalisme TNI.
Dampak Strategis bagi Indonesia
Lonjakan anggaran pertahanan tentu memunculkan berbagai reaksi. Di satu sisi, banyak pihak menilai langkah ini sangat diperlukan untuk menjawab tantangan geopolitik, terutama di kawasan Laut Cina Selatan yang rawan konflik. Di sisi lain, pengeluaran besar ini juga memicu diskusi publik mengenai keseimbangan antara belanja militer dengan kebutuhan pembangunan sosial-ekonomi.
Namun, pemerintah berargumen bahwa keamanan adalah prasyarat utama bagi pembangunan ekonomi. Tanpa stabilitas, investasi asing maupun domestik sulit berkembang. Dengan demikian, anggaran pertahanan yang besar dipandang sebagai investasi jangka panjang untuk menjaga kedaulatan dan memperkuat posisi tawar Indonesia di panggung internasional.
Dengan kenaikan anggaran dari Rp245 triliun menjadi Rp335 triliun, Indonesia menandai era baru dalam pembangunan postur pertahanan nasional. Fokus modernisasi alutsista, penguatan efek gentar, dan strategi pertahanan total menunjukkan bahwa pemerintahan Prabowo menempatkan sektor ini sebagai prioritas utama.
Meski akan selalu ada perdebatan mengenai besaran belanja, langkah ini menegaskan ambisi Indonesia untuk tidak hanya menjadi pemain regional, tetapi juga kekuatan yang disegani di kawasan Indo-Pasifik.